Selain Kerajaan Sitiung, tercatat pula sejarah bahwa Sitiung menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di hulu sungai Batanghari. Berdasarkan catatan harian Syaikh Abdullah yang disimpan oleh salah seorang tetua Sitiung, bahwa generasi awal pendakwah Islam di Sitiung (diperkirakan abad ke-16 M bahkan lebih tua dari itu). Islam di Sitiung dibawa oleh ulama dari Turki lewat perjalanan air waktu itu dari Muara Batanghari di Jambi terus menyusuri sungai Batanghari sampai di Sitiung. Sehingga Sitiung menjadi tempat menuntut ilmu Agama Islam dari daerah Jambi, Riau dan Sumatera Barat sampai saat ini.

Untuk kedatangan Islam di Sumatera Barat diperkirakan bermula dari Kabupaten Dharmasraya tepatnya di Sitiung. Untuk memperkuat fakta tersebut ada sebutan di Sumatera Barat "Orang Siak" (orang yang pintar membaca doa) cerita ini berawal dari kisah seorang santri yang berasal dari daerah Siak Provinsi Riau yang pintar membaca doa ditempat pengajian yang ada di Sitiung tersebut, sehingga setiap akan mendoa maka disuruhlah santri yang lain untuk memanggil santri dari Siak tersebut (orang siak) untuk membaca doa, maka sampai saat ini istilah tersebut sudah familiar di masyarakat Sumatera Barat. Dimana ketika akan mengadakan syukuran atau mendoa selalu mengatakan "carilah orang siak".

Urutan pengembang Islam Di Sitiung Menurut Guru -Guru atau orang tua tua di Sitiung.

1.     Syekh Kapalo koto (Syekh BRAY), beliau mendirikan Masjid di tepi sungai kecil tan tiung. Tepat di bawah tan tiung (sungai tiung) ini ada gauang (lobang) yg menghubungkan taluak Sitiung dengan Maombiak, yang asal nama SITIUNG ini dulunya, yg berjarak 50 meter dari sungai Batanghari berlokasi di Kapalo koto tepatnya di lokasi surau Kapalo koto yg lama. yg kata orang terdahulu "masajik di situ surau pun disinan" (surau yang ada pada waktu itu juga difungsikan sebagai Masjid) karna orang belum berapa orang dalam Nagari, bukti sekarang bahwasanya Masjid di lokasi itu dulunya ada sebuah Rumah disitu yg bernama Rumah KIK SOJIK (Rumah di bukit masjid). Di rumah ini juga di simpan Al-Qur'an tulisan tangan peninggalan SyehkTuanku Kapalo Koto dan lehau (tempat meletakkan Al-Qur'an waktu mengaji) beserta jubah dan serban yg di bungkus dengan kain putih di ikatkan di atas loteng rumah peninggalan Tuanku Kapalo Koto dan sampai sekarang barang masih utuh. Kuburan Tuanku Kapalo koto berada di lokasi bekas bangunan MTI (Madrasah Tarbiyah Islamiah) Sitiung yang didirikan oleh Buya Engku Mudo Jaaka.  

2.     Tuanku Alahan Panjang, tidak banyak yg tahu tentang beliau ini.

3.     Tuanku Tapian Biriang, pada masa beliau inilah Masjid dipindahkan pembangunannya dari kapalo koto kelokasi yang sekarang ini, di perkirakan Tahun 1709M / 1121H Yang mana waktu itu lantainya dari papan (kayu) dan dindingnya dari pelupuh (bambu) atapnya dari ijuk berbentuk panggung terletak di dataran tinggi lebih kurang 50m dari tepi sungai batang hari, masjid berdiri kokoh dengan tiang Sako yang limo (lima tiang) di tengah masjid.

Tuanku Tapian Biriang Menulis dua buah katubah bajelo (naskah khotbah yang panjang dan bergulung, berukuran 20x300 cm) dipergunakan saat Khotbah hari raya idul Fitri, hari raya idul Adha dan Sholat Jum'at pada tahun 1192 H.

4.     Tuanku Bagindo Lubuak Ipuah, tidak banyak yg diketahui tentang Buya yg satu ini.

5.     Tuanku Kupiah Sighah,penerus ulama waktu itu.

6.     Syekh Abdullah

7.     Syekh 'Abbas (Imam Nan Tuo)

8.     Tuanku Gapuak

9.     Tuanku Mudo Jaaka

10.  Tuanku Kuniang

11.  Tuanku H. Abdul Qadir

12.  Tuanku Imam Khatib

13.  Tuanku H. Rusly

14.  Tuanku Hasan Suddin

15.  Tuanku Imam H. Abdussalam.

 

Rehab ringan pada Masjid Tuo Sitiung (Masjid Jami') pernah dilakukan pada tahun 1926 M oleh masyarakat dan tahun 2019 dilakukan oleh Panitia Pembangunan Masjid Tuo Sitiung (Masjid Jami').